Beginilah Aku, Terpuruk Karena Cinta
Aku ingin melihatmu tersenyum, sungguh. Seperti yang pernah aku katakan, aku pun turut berduka jika kau bersedih. Rasa apatis dan ketidakmampuan menerima keadaan dirimu sendiri membuatku kelu. Ribuan kata ku katakan agar kau mau menghadapi kenyataan.
“Itu sudah kehendak Tuhan. Terimalah.”
Begitu bisikku padamu.
Tapi kau meronta. Menghabiskan sepanjang waktu meratapi nasib. Aku tak mampu membendung segala luap emosimu. Hanya diam dan membiarkanmu hanyut dalam nestapa yang kau buat atas perasaanmu.
“Kenapa Tuhan membuatku seperti ini? Kapan aku bahagia?”
Suaramu bergetar. Amarah dan luka terbalut pilu akan goresan takdir. Rasa harap akan lelaki yang tak mampu kau miliki.
“Bahagia macam apalagi yang kau cari? Tidakkah kamu pernah melihat banyak orang yang jauh lebih menderita darimu? Hanya urusan cinta bisa membuatmu terpuruk?”
Isakmu meledak. Kau lari dari kenyataan, mencoba menguak rimba emosi yang begitu membara. Panas, terluka oleh ucapanku. Tapi kau tak mau berubah. Harapan akan kebahagiaan begitu menggoda. Merejam kerongkonganmu yang haus akan cinta, kasih sayang, yang semuanya tak tentu baik untukmu.
Lalu dengan sarkastik, kau menggumamkan niatmu. “Aku akan mengejar kebahagiaanku. Sendiri. Atau lebih baik aku tak mengenal siapapun.”
*Untuk orang yang pernah menjadi sahabat baikku (kalau kau masih merasa). Aku pernah bilang padamu, ikhlas lah menerima segalanya, lalu biarkan benih kedamaian tumbuh subur merajai hatimu*